Jumat, 11 Maret 2022

RINGKASAN BUKU ISLAMISASI NUSANTARA

Baru sampai halaman 485 membaca bukunya Ricklefs "Mengislamkan Jawa", saya putuskan untuk jeda sejenak dan iseng membuka buku ini, kebetulan dekat jangkauan tangan. 

Baru di lembar pertama, saya langsung dibuat terkejut dan penasaran saat Pak Yai Ahmad Baso menyindir Ricklefs, dan menyamakan pemikirannya sebagai Snouck Hurgronje masa kini. Maka saya putuskan untuk membaca terus buku ini sampai habis. 

***

Saya mencoba meringkas buku yg sebenarnya adalah ringkasan dari buku beliau "Jaringan Ulama-Wali Songo: Islam Nusantara jilid 3" yg akan segera terbit. 

1. Buku ini diawali dengan kritik terhadap para penulis orientalis dan para pengikutnya yg menegasikan peran dan keberadaan Wali Songo, dibuktikan dengan penolakan mereka terhadap sumber-sumber di luar yg ditulis oleh kalangan mereka sendiri. Sumber-sumber di luar bahasa Inggris dan Arab ditolak dan dianggap hanya sebagai dongeng, misal babad, hikayat dan syair. Bukan hanya orang luar, bahkan sejarawan asli Indonesia pun berpikiran seperti itu, yg paling terkenal adalah Sartono Kartodirjo, diikuti oleh murid-muridnya seperti (yg masih hidup) Prof. Taufik Abdullah. 

2. Apa pentingnya orang dalam (muslim) meneliti sumber sejarah Islamisasi Nusantara berdasarkan rujukan yg juga ditulis oleh ulama kita sendiri, yakni para habaib dan kiai-kiai di masa lalu? Ada perbedaan mendasar dalam sikap batin seorang penulis. Pak Yai Baso menulis: para orientalis itu tidak akan sanggup masuk ke dalam ruang batin kita, dan tidak bisa pula masuk ke "ke-kita-an" kita itu.   Karena mereka menghadapi masalah kolonialisme, penaklukan, dan penjajahan atau mereka menjadi bagian utama masalah itu. 

3. Islamisasi Nusantara bukanlah datang dari India seperti yg diamini oleh Snouck Hurgronje; China seperti yg diakui HJ. de Graaf; dan Persia seperti yg didukung oleh Robert N Bellah. Islamisasi itu adalah proyek besar yg butuh energi dan biaya yg besar, langsung dari Arab (Hadramaut, kini Yaman) oleh kaum Alawiyyin (sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yg memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW). Mereka hanya singgah di India (Malabar, Gujarat, Benggala) kemudian ke China dan Campa (Vietnam sekarang), tapi perjalanan itu tidak terhenti di sana, karena tujuan akhirnya adalah Nusantara (Samutera Pasai, Jawa dan Sulawesi Selatan).

4. Berbeda dengan di tempat lain yg konfliknya bisa dirasakan bahkan sampai sekarang. Proses Islamisasi Nusantara tidak melalui jalur kekuasaan politik, tapi kultural (sufi). Tidak memakai pedang tapi melalui monopoli perdagangan. Maka penerimaan terhadap Islam pun terjadi secara besar-besaran. Ini sangat nyambung (jika kita baca bukunya Drs. Agus Sunyoto, "Atlas Wali Songo") dengan teorinya bahwa sebenarnya agama Hindu Budha itu adalah agama yg hanya diyakini oleh segelintir orang terutama para elit kerajaan, dan bukan oleh masyarakat pada umumnya yg mereka adalah penganut kapitayan atau animisme jika menggunakan diksi orientalis. Kapitayan inilah yg secara teologi lebih dekat dengan konsep tawhid dalam Islam.

5. Kenapa proses Islamisasi Nusantara oleh Wali Songo itu berhasil, karena terlebih dahulu secara tidak langsung mereka berhasil melakukan Islamisasi terhadap bahasa. Ini penting, karena bahasa adalah simbol, jika ingin memasuki ruang batin suatu kaum, maka tidak bisa tidak kita harus melakukan pribumisasi terhadap bahasa setempat. Dalam buku ini, kita menyebut pribumisasi itu sebagai angajawi (proses penjawaan atau proses pe-Nusantara-an), maka mulailah ulama-ulama kita itu menulis dalam bahasa setempat.

6. Proses-proses Islamisasi di atas itu hampir tidak kita temukan di buku-buku para orientalis atau penulis-penulis barat, termasuk Ricklefs yg sudah kita sebut namanya di atas, yg ada (dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2008) malah hanya membahas pengaruh Arab jauh setelah Islam sudah tertanam di hati masyarakat Nusantara, yakni gerakan purifikasi yg terinspirasi dari tokoh Muhammad bin Abdul Wahhab atau yg dikenal sebagai Wahhabi. 

7. Pak Yai Baso tidak hanya menolak purifikasi ala Wahhabi, tapi juga liberalisme yg digaungkan oleh Islam reformis ala Fazlur Rahman yg murid-muridnya banyak menjadi intelektual besar di Indonesia. Akhirnya dalam panggung sejarah yg menjadi pemenangnya adalah, sebagaimana beliau menulis: sarjana penuh heroisme semangat "ilmiah" barang impor dari Barat plus purifikasi agama. 

8. Sebenarnya masih informasi detail yg tidak bisa dilewatkan begitu saja dalam buku ini, istilah-istilah yg justru menjadi kata kunci petunjuk sekaligus sanggahan, tapi tidak mungkin saya tulis semua di sini, karena jadinya bukan ringkasan nanti. 🙂

Tidak ada komentar:

Posting Komentar